Ternate | Malut Line.Com

Maraknya peredaran minuman keras (miras) Ilegal di wilayah hukum Polda Maluku Utara (Malut) dan jajarannya yang sangat meresahkan masyarakat hingga dapat mengakibatkan kriminalitas atau kejahatan serta tawuran antar warga. Polda Maluku Utara (Malut) bersama jajarannya melaksanakan Operasi Kepolisian dan Kegiatan Rutin (KYRD) dan telah berhasil mengamankan dan menyita miras berbagai merek yang selanjutnya akan dimusnahkan.(29/04/2025

Kegiatan pelaksanaan pemusnahan barang bukti beralkohol hasil operasi tersebut akan di pusatkan Mapolres Ternate yang langsung dihadiri oleh Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol.Drs.Waris Agono,M.Si, Kajati Maluku Utara,Herry Ahmad Pribadi, S.H, M.H, Asisten Il Bidang Ekonomi Provinsi Maluku Utara yang mewakili Gubernur Maluku Utara, Kapolres Ternate , AKBP Anita Ratna Yulianto, S.I.K, M.H, Wakil Walikota Ternate, Nasri Abubakar, Forkopimda dan para tamu undangan lainnya.

AKBP Anita mengatakan sesuai perintah Kapolda, segala peredaran tidak berijin akan di sita, sitaan miras yang berhasil disita oleh Polres Ternate dikonversi dengan uang senilai 154 jutaan rupiah.

” Sedangkan sitaan oleh Polda Maluku Utara yang di sita dikonversikan senilai 477 jutaan rupiah,” ungkapnya.

Sementara itu Kapolda Malut, Irjen Pol.Drs.Waris Agono, M.Si,menjelaskan miras adalah sumber kejahatan yang harus dilakukan penanganan dengan serius oleh semua pihak, Polda selalu akan berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait di seluruh Kabupaten/Kota di Maluku Utara untuk benar-benar serius memberantas peredaran Miras ini.

” Kami berharap agar Perda Miras dijalankan di seluruh Kabupaten/Kota di Maluku Utara secara tegas dan serius, sebagai langkah kongkrit untuk menyelamatkan generasi muda masa depan, dan menjamin terwujudnya Kamtibmas,” beber jenderal bintang dua ini.

Terpisah Kajati Maluku Utara merespon baik kegiatan pemusnahan Miras yang dilakukan hari ini , dan Kajati menyoroti bahwa sangat penting keseriusan untuk penanganan para penjual miras terutama kepada mereka yang sudah berulang kali dilakukan tindakan pada mereka.

“Namun mereka masih tetap menjalankan kegiatan ini, dengan dalih tidak memiliki pekerjaan sehingga berulang kali ditindak masih saja menjual kembali , ini tugas kita bersama untuk mencari solusi jalan keluar bersama Pemerintah Daerah,” ungkapnya.

Sedangkan Wakil Walikota Nasri Abubakar menambahkan Pemkot Ternate akan segera berkoordinasi dengan DPRD Kota Ternate agar Perda terkait miras ini di perkuat dan di pertegas pada bagian sanksi hukumnya.

” Jika sanksinya masih seperti saat ini terlalu ringan bagi pelaku-pelaku pengedar miras itu sendiri, sehingga mereka akan kembali menjalankan usaha peredaran barang haram ini setelah membayar denda atau menjalani hukuman yang ringan saja,”jelasnya.

Acara pemusnahan miras dilakukan secara bersama oleh Kapolda dan forkopimda serta tamu undangan lainnya.(Muluk)

 

.

HALSEL, MalutLine.com – Diduga melakukan konspirasi, soal aman mengamankan masuknya Penambang Emas Tanpa Izin (PETI), dan peredaran Kimia, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), berjenis Merkuri dan Ceanida (CN), serta mendapat fee dari pengusaha di Tambang Rakyat Ilegal Obi Latu, Kecamatan Obi Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Polda Malut di minta bentuk Tim, untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap Oknum Aparat dan Pengusaha yang terlibat

PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Kegiatan PETI juga sering memicu terjadinya konflik horizontal di dalam masyarakat.

Pertambangan Tanpa Izin atau PETI terus menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Dengan demikian, diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan. Kegiatan ini dapat merugikan negara, perusahaan tambang berizin, dan masyarakat sekitar, serta menyebabkan kerusakan ekosistem

Dampak-dampak yang timbul dari tambang emas ilegal, adalah :

Kerugian Negara : Penambangan ilegal merugikan negara karena hilangnya pendapatan dari pajak dan royalti pertambangan.

Kerusakan Lingkungan : PETI seringkali menyebabkan erosi tanah, polusi air dan tanah, serta hilangnya vegetasi.

Dampak Sosial : PETI dapat memicu konflik sosial, kriminalitas, dan ketidakstabilan di daerah tambang.

Penggunaan Zat Berbahaya : Dalam proses penambangan, seringkali digunakan zat berbahaya seperti sianida atau merkuri, yang membahayakan kesehatan dan lingkungan.

Ketidakpastian Hukum : Penambangan ilegal menciptakan ketidakpastian hukum bagi pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan perusahaan yang beroperasi secara legal.

Tambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Soasangaji dan Manatahang,Kecamatan Obi Barat, banyak menimbulkan berbagai persoalan, dari mulai konflik sosial, Dampak Lingkungan, peredaran Kimia B3 ilegal, dan royalti yang pasif.

Kehadiran PETI tersebut juga menjadi ancaman kehadiran Investasi Pertambangan Nikel, yang telah masuk dalam Objek Vital Negara, dalam arti kata Proyek Strategi Nasional (PSN) di Pulau Obi.

Hal ini karena aktifitas PETI tidak ada Standar Operasional (SOP) kerja, untuk mengatasi dampak lingkungan, di area lokasi produksi biji emas pada tambang ilegal. Sehingga dapatlah mempengaruhi pencemaran lingkungan pada perairan, di sekitar Pertambangan Nikel yang sangat amat parah.

Pasalnya sudah ada ribuan Orang telah melakukan aktifitas Pertambangan ilegal, yang memakai Ratusan lebih Gurandil atau Tromol. menggunakan bahan kimia berbahaya Sianida dan Mercury dari tahun 2019 sampai 2024.

Bukan hanya itu saja, namun masuknya PETI dan Penyebaran barang ilegal, Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun (B3) di tambang ilegal Kecamatan Obi Barat, ada dugaan kuat di Backup oleh Oknum aparat setempat.

Apalagi Tambang Ilegal ini telah memberikan kerugian Negara Mencapai Rp. 137 Triliun Rupiah, akibat tidak membayar Pajak IUJP dan Mengeruk Harta kekayaan Indonesia.

Adanya hal ini Kapolri mengatakan tidak akan main-main, jika bawahannya kedapatan bermain dengan Tambang Ilegal, langsung di non job.

Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo, saat jumpa pers dengan DPW Perkumpulan Wartawan Fast Respon (PW FRN Counter Polri) di jakarta. Pada Sabtu, 5/4/2025, menegaskan kepada Pejabat Utama (PJU) dalam hal Bareskrim Bidang Dittipiter, atau Ditreskrimsus pada instansi Polda. Jika kedapatan terlibat dalam tambang ilegal, ia tidak akan segan-segan memecat dari jabatannya.

“Kami menegaskan terhadap bawahan, jika kedapatan terlibat dalam Tambang Ilegal, kami tidak akan segan-segan memecat dari jabatannya, karena yang dipersalahkan PJU Yang Memiliki Tugas Itu, Katakan Saja Di Bareskrim Bidang Itu Dittipiter, kalau di Polda Ditangani Ditreskrimsus,” tegasnya di Kutip dari www.radarblambangan.com (6/4)

Apalagi aktifitas PETI ini telah di larang Pemerintah Pusat, namun pada kenyataannya masi banyak ratusan dan ribuan penambang melakukan aktifitasnya di lokasi Obi Barat.

Olehnya itu, dengan ada persoalan ini, Polda Malut di minta bentuk tim khusus untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap Oknum Aparat dan Pengusaha yang Kurang lebih Puluhan Oknum, ikut terseret dalam keterlibatan bermain dalam Tambang Ilegal di Pulau Obi.

Berdasarkan hukum positif yang berlaku, pertambangan ilegal merupakan salah satu dari tindak pidana bidang pertambangan yang dilarang dalam UU 4/2009 dan perubahannya. Terdapat beberapa sanksi bagi pelanggar ketentuan larangan dalam UU 4/2009 dan perubahannya, yaitu sanksi administrative, sanksi pidana, dan sanksi tambahan.(Red)

MalutLine.Com.Halmahera Selatan

Kasus Penganiayaan ringan resmi berdamai yang terjadi di Halmahera Selatan telah berakhir dengan perdamaian melalui mekanisme keadilan (restorative justice). Kasus yang bermula dari dugaan penganiyaan yang terjadi 11/1/2025, sekitar pukul 08.00 WIT di rumah korban ilfa taha Desa mMandaong, Kecamatan Bacan Selatan, Halmahera Selatan, ini menunjukkan keberhasilan penyidik Polres Halmahera Selatan dalam menangani perkara tersebut

Perdamaian Akhiri Perkara Pengancaman di Halmahera Selatan, Proses Hukum DiapresiasiMina, selaku tersangka dalam kasus ini, dirinya menyampaikan permohonan maaf kepada Polres Halmahera Selatan terkait dengan intimidasi 50 juta yang di tuding oleh anggota penyidik polres Halsel ini miskomunikasi saja

“Dengan adanya kasus ini, selaku pihak kelurga, kami turut berterima kasih serta memberikan apresiasi kepada pihak Polres Halmahera Selatan, dalam hal ini penyidik, yang telah menyelesaikan sampai ke tingkat perdamaian,” ujar Mina. Ia juga berharap agar institusi penegak hukum dapat lebih profesional dalam penanganan kasus-kasus serupa di masa mendatang.

Menurutnya, Polres Halmahera Selatan telah menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) antara pelaku dan korban. “Proses penyidikan dalam perkara pidana ini sudah berakhir damai oleh korban dan pelaku. Dalam tersebut, pelaku mengakui kesalahannya dan pihak korban serta keluarga telah memberikan maaf.

Penyelesaian kasus ini melalui restorative justice menunjukkan pendekatan yang lebih humanis dalam penegakan hukum, dengan mengutamakan perdamaian dan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Asas hukum delik aduan, yang menyatakan bahwa laporan dapat dicabut oleh pelapor, juga menjadi dasar dalam penyelesaian kasus ini.

Media memiliki peran penting dalam mengawal proses hukum dan memberikan informasi yang akurat kepada publik. Dalam kasus ini, media perlu melakukan verifikasi informasi secara menyeluruh sebelum mempublikasikan berita, serta memberikan ruang bagi klarifikasi dari pihak-pihak terkait.(RF)

Malutline Com- Halmahera Selatan 

Kasus dugaan pengancaman pembunuhan yang terjadi di Halmahera Selatan telah berakhir dengan perdamaian melalui mekanisme keadilan (restorative justice). Kasus yang bermula dari dugaan pengancaman pembunuhan pada Jumat, 20 Desember 2024, sekitar pukul 09.00 WIT di sebuah bengkel di Desa Panamboang, Kecamatan Bacan Selatan, Halmahera Selatan, ini menunjukkan keberhasilan penyidik Polres Halmahera Selatan dalam menangani perkara tersebt

Perdamaian Akhiri Perkara Pengancaman di Halmahera Selatan, Proses Hukum Diapresiasi

Taufik Iladawing, korban dalam kasus ini, menyampaikan apresiasi kepada Polres Halmahera Selatan atas penyelesaian kasus ini hingga mencapai perdamaian. “Dalam sistem penegakan hukum, aparat kepolisian memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin keadilan bagi masyarakat.”

“Dengan adanya kasus ini, selaku korban, kami turut berterima kasih serta memberikan apresiasi kepada pihak Polres Halmahera Selatan, dalam hal ini penyidik, yang telah menyelesaikan sampai ke tingkat perdamaian,” ujar Taufik. Ia juga berharap agar institusi penegak hukum dapat lebih profesional dalam penanganan kasus-kasus serupa di masa mendatang.

La Jamra Hi. Zakaria, S.H., kuasa hukum korban, menjelaskan bahwa kasus dengan nomor laporan polisi LP-/14/III/2025 ini telah diselesaikan melalui perdamaian.

Menurutnya, Polres Halmahera Selatan telah menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) antara pelaku dan korban. “Proses penyidikan dalam perkara pidana ini sudah berjalan sesuai prosedur,” kata La Jamra.

Ia juga menambahkan bahwa penyidik Polres Halmahera Selatan telah bertindak profesional dan tidak mengecewakan masyarakat, terutama pihak korban yang menuntut keadilan.

La Jamra juga mengklarifikasi bahwa beberapa media yang memberitakan kasus ini pada awalnya belum mengetahui perkembangan terbaru, yaitu adanya perdamaian dan pencabutan laporan oleh pihak korban.

“Perkara ini adalah delik aduan, dimana siapa yang mengadu, dan kemudian mencabut laporan, maka laporan tersebut gugur. Karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun, kasus ini dapat diselesaikan melalui restorative justice,” jelas La Jamra.

Kamis, 27 Maret 2025, kepada Malutline com, La Jamra menunjukkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh korban dan pelaku. Dalam surat tersebut, pelaku mengakui kesalahannya dan pihak korban serta keluarga telah memberikan maaf.

Disclaimer: Penyelesaian kasus ini melalui restorative justice menunjukkan pendekatan yang lebih humanis dalam penegakan hukum, dengan mengutamakan perdamaian dan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Asas hukum delik aduan, yang menyatakan bahwa laporan dapat dicabut oleh pelapor, juga menjadi dasar dalam penyelesaian kasus ini.

Media memiliki peran penting dalam mengawal proses hukum dan memberikan informasi yang akurat kepada publik. Dalam kasus ini, media perlu melakukan verifikasi informasi secara menyeluruh sebelum mempublikasikan berita, serta memberikan ruang bagi klarifikasi dari pihak-pihak terkait.(Red)

Malutline.Com , Labuha-Halsel

Sebuah insiden dugaan tindak pidana penganiayaan terjadi di Pantai Desa Tembal, Kecamatan Bacan Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, pada Minggu (23/3/25) sekitar pukul 11.00 WIT. Kejadian ini melibatkan sekelompok perempuan yang diduga melakukan aksi kekerasan terhadap korban bernama Irfa.

Menurut keterangan yang diberikan oleh korban, peristiwa ini terjadi tak lama setelah ia tiba di pelabuhan usai menumpangi bodi Jonson atau fiber dari Desa Palamea, Kecamatan Kasiruta Barat.

Tanpa adanya tanda-tanda peringatan sebelumnya, korban tiba-tiba diserang oleh empat orang perempuan. Salah satu di antaranya, yang dikenali sebagai Alwia Bisa langsung memukul bagian pelipis mata korban, menyebabkan luka memar dan bengkak.

Setelah serangan pertama, korban terjatuh dan terus menjadi sasaran kekerasan. Ia mengaku dipukuli serta diinjak-injak oleh para pelaku, menyebabkan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Merasa dirugikan dan mengalami penderitaan fisik serta psikis akibat insiden tersebut, Irfa segera mendatangi Polres Halmahera Selatan untuk melaporkan kejadian ini. Ia didampingi oleh pengacaranya, Mudafar Hi. Din, S.H., saat membuat laporan resmi dengan Nomor Surat Tanda Terima Laporan Polisi STPLP/45/III/2025/SPKT/POLRES HALSEL.

Dalam pernyataannya, Mudafar Hi. Din, S.H. menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku merupakan bentuk pengeroyokan terang-terangan yang melibatkan kekuatan bersama. Berdasarkan hukum yang berlaku, tindakan ini melanggar Pasal 170 KUHP jo. Pasal 55 KUHP, yang mengatur tentang pengeroyokan, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.

“Atas alasan apapun, perbuatan semacam ini tidak dapat dibenarkan karena dilakukan dengan cara yang arogan dan tidak berperikemanusiaan,” tegas Mudafar, Minggu, (22/03/25.

Korban kini berharap agar pihak kepolisian segera menangani kasus ini dengan serius dan tanpa pengecualian. Ia juga meminta agar pelaku dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, mengingat perbuatan tersebut telah menyebabkan luka fisik dan trauma mendalam baginya.

Sampai berita ini ditulis, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus tersebut. Publik pun menunggu tindakan tegas aparat penegak hukum dalam menyikapi insiden yang mencoreng rasa aman masyarakat ini (RF)

Muat Lagi Berita