Halsel, Malutline com-Lembaga suwadaya masyarakat (LSM) Ftont Anti Korupsi Indonesia (FAKI) Provinsi Maluku Utara mendesak Kejaksaan tinggi (Kejati) Maluku Utara mengambil Alih Proses Hukum Program beasiswa fiktif bagi mahasiswa kurang mampu di kabupaten Halmahera Selatan tengah disorot hingga kasus ini di tangani oleh kejaksaan negeri (Kejari) Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara.
Tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan melalui Dinas Pendidikan mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk dua perguruan tinggi di daerah tersebut, Namun, belakangan muncul dugaan penyaluran fiktif, terutama di Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha yang di pimpin oleh Kabag kesrah Pemda Halsel Yudhi Eka Prasetia SSi, M.Si
Berdasarkan data, STP Labuha menerima alokasi sebesar Rp 1 miliar untuk 500 mahasiswa, sementara STAI Alkhairat Labuha menerima Rp 500 juta untuk 250 mahasiswa, Sayangnya, hasil penelusuran media ini menemukan adanya ketidaksesuaian penyaluran Beasiswa yang kebanyakan fiktif antara data penerima dan kenyataan di lapangan mahasiswa penerima beasiswa.
Karena Sejumlah nama yang tertera pada data sebagai penerima beasiswa di STP Labuha ternyata tidak pernah terlihat di kampus, Bahkan ada indikasi bahwa beberapa di antaranya bukan mahasiswa aktif, bahkan bukan mahasiswa sama sekali alias Fiktif “Banyak dari nama-nama itu tidak dikenal di kampus, Kami tidak pernah melihat mereka di kelas,” ujar salah satu mahasiswa STP Labuha yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Desakan ini di Sampaikan oleh ketua LSM Front anti korupsi Indonesia (FAKI) Dani Haris Purnawan kepada Malutline, melalui saluran teleponnya Senin (2/06/2025) mendesak kejaksaan tinggi Maluku Utara segera mengambil alih proses hukum Beasiswa fiktif baik STP Labuha Mupun STAIA Labuha dan menetapkan ketua STP Labuha Yudhi Eka Prasetia S.si, M.Si dan pihak yang terlibat dalam program Beasiswa fiktif sebagai tersangka.
Menanggapi hal ini, mantan Kepala Dinas Pendidikan Safiun Rajulan yang juga sekretaris Daerah (Sekada) Kabupaten Halmahera Selatan mengaku bahwa pihaknya hanya menyalurkan anggaran sesuai data yang diberikan pihak kampus “Kami hanya mengalokasikan sesuai surat keputusan dari pimpinan perguruan tinggi,” jelas Safiun.
Namun hal ini justru memunculkan pertanyaan lebih besar, Jika seluruh proses hanya berdasarkan dokumen dari kampus tanpa verifikasi lebih lanjut, bagaimana memastikan keabsahan data penerima?
Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan telah turun tangan, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), Ardhan Rizan Prawira, mengungkapkan bahwa beberapa pihak terkait telah dipanggil dan dimintai keterangan.
“ketua Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha Bacan Yudhi Eka Prasetia, S.Si, M.Si. bendahara, dan bagian kemahasiswaan sudah kami periksa dua kali. Dari Dinas Pendidikan juga sudah kami minta keterangan,” ungkapnya.
Sayangnya, penyelidikan masih terkendala karena sulitnya melacak penerima beasiswa, Dari puluhan nama yang dicek secara acak, hanya dua orang yang berhasil ditemukan meski ada mahasiswa yang sudah mengakui jika banyak data mahasiswa fiktif yang menerima Beasiswa yang di salurkan oleh ketua STP Labuha dengan menggunakan Data fiktif mahasiswi.
Mirisnya lagi, nama-nama yang diduga fiktif sebagai penerima beasiswa sejak tahun 2022, dan tahun 2023 tersebut dikabarkan kembali muncul dalam daftar penerima beasiswa fiktif di tahun 2024, Ini memperkuat dugaan adanya praktik manipulasi data mahasiswa fiktif pada kampus STP yang sekarang menjadi Universitas Nurul Hasan (Unsan) Labuha secara berulang.
Olehnya ketua LSM Front anti korupsi Indonesia mendesak Kejati ambil alih kasus tersebut secara serius jika tidak di ambil alih proses hukum kasus Beasiswa fiktif tersebut jika tetap di tangani oleh kejaksaan negeri (Kejari) Labuha kasus tersebut berpeluang mandeg seperti penanganan kasus Bank (BPRS) sarumah Halsel yang dapat meloloskan pelaku kejahatan korupsi di kabupaten Halmahera Selatan. Cetusnya.
Hingga kini, belum ada pihak yang mengakui kesalahan atau bertanggung jawab secara terbuka. Proses hukum masih berjalan, dan masyarakat menanti transparansi dari pihak kampus maupun pemerintah daerah. (Red)