Halsel,Malutline — Kegiatan belajar mengajar di SDN 205 Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, lumpuh total pada Rabu (4/6) akibat genangan air yang belum surut usai hujan deras mengguyur wilayah tersebut sejak beberapa hari terakhir.

Sekolah yang terletak di wilayah rawan banjir ini kembali tergenang air, membuat siswa dan guru tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Sejumlah ruang kelas terendam dan fasilitas belajar rusak, sehingga proses pembelajaran terhenti tanpa kepastian kapan akan dilanjutkan.

Ratusan siswa menjadi korban dari situasi ini. Mereka terancam tidak bisa mengikuti ujian akhir semester yang dijadwalkan berlangsung pada 10 Juni 2025. Kondisi ini memicu kekhawatiran para orang tua dan guru karena berdampak langsung pada prestasi dan kelulusan siswa.

Sayangnya, hingga kini belum ada respons konkret dari Dinas Pendidikan Kabupaten Halsel. Kepala Dinas Pendidikan, Siti Khodija, disebut hanya pernah mengunjungi SDN 205 satu kali saat banjir pertama terjadi. Sejak itu, menurut warga dan pihak sekolah, tidak ada tindak lanjut atau kunjungan kembali dari pihak dinas terkait.

Pihak sekolah dan warga sekitar menyayangkan minimnya perhatian dari pemerintah daerah dan dinas pendidikan. “Jangankan datang ke sekolah, sekadar menanyakan kondisi pun tidak,” ujar salah satu guru yang enggan disebutkan namanya.

Warga mendesak pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah darurat guna menangani banjir yang terus berulang dan mengganggu kegiatan pendidikan. Mereka berharap ada solusi jangka pendek maupun jangka panjang agar hak belajar anak-anak tidak terus terabaikan. (Red)

HAlSEL,Malutline com-Kepala Desa Ngokomalako, Kecamatan Kayoa Utara, Muhlas Yahya, didesak untuk dicopot dari jabatannya setelah diduga melakukan pemberhentian sepihak terhadap anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan dua orang guru ngaji tanpa prosedur yang jelas. Selain itu, hak gaji mereka juga dilaporkan tidak dibayarkan selama beberapa bulan.

Ketua LSM Front Anti Korupsi Indonesia (FAKI), Dani Haris Purnawan, menyampaikan desakan tersebut secara terbuka kepada Bupati Halmahera Selatan. Menurutnya, tindakan Kepala Desa Muhlas Yahya tidak hanya melanggar aturan tata kelola pemerintahan desa, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat.

“Kami mendesak Bupati untuk segera mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Kepala Desa Ngokomalako. Ini bukan hanya soal prosedur, tapi sudah masuk ke ranah pelanggaran hak dasar warga,” ujar Dani dalam pernyataannya kepada media, Selasa (3/6).

Muhalas Yahya disebut telah memberhentikan satu anggota BPD secara sepihak dan tanpa musyawarah. Selain itu, dua guru ngaji juga diberhentikan dengan cara serupa. Mirisnya, gaji mereka selama beberapa bulan—tiga bulan untuk anggota BPD dan tidak disebutkan pasti untuk guru ngaji—tidak kunjung dibayarkan.

Pemberhentian ini melibatkan Kepala Desa Ngokomalako, Muhalas Yahya, yang menjadi sorotan utama. Korban kebijakan ini adalah anggota BPD yang tidak disebutkan namanya serta dua guru ngaji. Selain itu, guru PAUD di desa tersebut juga dilaporkan belum menerima gaji selama dua tahun terakhir.

Kasus ini terjadi di Desa Ngokomalako, Kecamatan Kayoa Utara, Kabupaten Halmahera Selatan. Belum diketahui secara pasti kapan pemberhentian dilakukan, namun laporan ke media disampaikan pada awal Juni 2025.

Desakan muncul karena dugaan pelanggaran administrasi, pemberhentian tanpa mekanisme musyawarah desa, serta penahanan hak gaji aparat desa. Hal ini dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa.

LSM FAKI meminta Inspektorat Kabupaten Halmahera Selatan segera melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan dana desa dan keuangan desa Ngokomalako. Bupati Halmahera Selatan juga didesak segera mencopot Kades Muhlas Yahya demi menjaga integritas pemerintahan desa. (Red)

HALSEL,Malutlime — Sekolah Dasar Negeri (SDN) 205 di Desa Rawabadak, Kabupaten Halmahera Selatan, kembali dilanda banjir pada Senin malam (2/6) sekitar pukul 18.15 WIT. Banjir ini terjadi hanya sehari sebelum pengumuman kelulusan siswa kelas VI yang dijadwalkan besok, Selasa (3/6).

Kondisi sekolah SDN 205 Halse

Banjir yang disebabkan oleh hujan deras tersebut menggenangi seluruh halaman dan beberapa ruang kelas di sekolah. Kondisi ini bukan pertama kalinya terjadi. Menurut warga dan pihak sekolah, hampir setiap kali hujan turun dengan intensitas tinggi, sekolah tersebut selalu terendam banjir.

Kondisi Air dalam ruangan SDN Negeri 205 Halsel

“Kami bingung harus mengadu ke mana. Sudah sering sekali kejadian seperti ini, tapi belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang,” ungkap salah satu guru di SDN 205. Kepala sekolah pun mengaku kesulitan mencari solusi karena belum ada respon dari pemerintah daerah meskipun laporan telah berulang kali disampaikan.

Banjir ini tidak hanya mengganggu aktivitas belajar mengajar, tetapi juga membuat para siswa tidak tenang dalam mengikuti kegiatan sekolah. “Besok anak-anak mau dengar hasil kelulusan, tapi kondisi sekolah seperti ini. Kasihan mereka, jadi tidak bisa fokus,” ujar seorang orang tua murid yang turut prihatin dengan keadaan sekolah.

 

Berdasarkan keterangan warga, tidak adanya saluran drainase yang memadai di sekitar lingkungan sekolah menjadi penyebab utama genangan air. Ditambah dengan kondisi geografis desa yang rendah dan kurangnya perhatian terhadap infrastruktur lingkungan, banjir pun kerap terjadi.

Warga dan pihak sekolah berharap pemerintah daerah segera turun tangan untuk memperbaiki sistem drainase dan memberikan solusi jangka panjang agar proses belajar mengajar di SDN 205 tidak terus-menerus terganggu akibat banjir. (Red)

Halsel, Malutline com-Lembaga suwadaya masyarakat (LSM) Ftont Anti Korupsi Indonesia (FAKI) Provinsi Maluku Utara mendesak Kejaksaan tinggi (Kejati) Maluku Utara mengambil Alih Proses Hukum Program beasiswa fiktif bagi mahasiswa kurang mampu di kabupaten Halmahera Selatan tengah disorot hingga kasus ini di tangani oleh kejaksaan negeri (Kejari) Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara.

Tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan melalui Dinas Pendidikan mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk dua perguruan tinggi di daerah tersebut, Namun, belakangan muncul dugaan penyaluran fiktif, terutama di Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha yang di pimpin oleh Kabag kesrah Pemda Halsel Yudhi Eka Prasetia SSi, M.Si

Berdasarkan data, STP Labuha menerima alokasi sebesar Rp 1 miliar untuk 500 mahasiswa, sementara STAI Alkhairat Labuha menerima Rp 500 juta untuk 250 mahasiswa, Sayangnya, hasil penelusuran media ini menemukan adanya ketidaksesuaian penyaluran Beasiswa yang kebanyakan fiktif antara data penerima dan kenyataan di lapangan mahasiswa penerima beasiswa.

Karena Sejumlah nama yang tertera pada data sebagai penerima beasiswa di STP Labuha ternyata tidak pernah terlihat di kampus, Bahkan ada indikasi bahwa beberapa di antaranya bukan mahasiswa aktif, bahkan bukan mahasiswa sama sekali alias Fiktif “Banyak dari nama-nama itu tidak dikenal di kampus, Kami tidak pernah melihat mereka di kelas,” ujar salah satu mahasiswa STP Labuha yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Desakan ini di Sampaikan oleh ketua LSM Front anti korupsi Indonesia (FAKI) Dani Haris Purnawan kepada Malutline, melalui saluran teleponnya Senin (2/06/2025) mendesak kejaksaan tinggi Maluku Utara segera mengambil alih proses hukum Beasiswa fiktif baik STP Labuha Mupun STAIA Labuha dan menetapkan ketua STP Labuha Yudhi Eka Prasetia S.si, M.Si dan pihak yang terlibat dalam program Beasiswa fiktif sebagai tersangka.

Menanggapi hal ini, mantan Kepala Dinas Pendidikan Safiun Rajulan yang juga sekretaris Daerah (Sekada) Kabupaten Halmahera Selatan mengaku bahwa pihaknya hanya menyalurkan anggaran sesuai data yang diberikan pihak kampus “Kami hanya mengalokasikan sesuai surat keputusan dari pimpinan perguruan tinggi,” jelas Safiun.

Namun hal ini justru memunculkan pertanyaan lebih besar, Jika seluruh proses hanya berdasarkan dokumen dari kampus tanpa verifikasi lebih lanjut, bagaimana memastikan keabsahan data penerima?

Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan telah turun tangan, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), Ardhan Rizan Prawira, mengungkapkan bahwa beberapa pihak terkait telah dipanggil dan dimintai keterangan.

“ketua Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha Bacan Yudhi Eka Prasetia, S.Si, M.Si. bendahara, dan bagian kemahasiswaan sudah kami periksa dua kali. Dari Dinas Pendidikan juga sudah kami minta keterangan,” ungkapnya.

Sayangnya, penyelidikan masih terkendala karena sulitnya melacak penerima beasiswa,  Dari puluhan nama yang dicek secara acak, hanya dua orang yang berhasil ditemukan meski ada mahasiswa yang sudah mengakui jika banyak data mahasiswa fiktif yang menerima Beasiswa yang di salurkan oleh ketua STP Labuha dengan menggunakan Data fiktif mahasiswi.

Mirisnya lagi, nama-nama yang diduga fiktif sebagai penerima beasiswa sejak tahun 2022, dan tahun 2023 tersebut dikabarkan kembali muncul dalam daftar penerima beasiswa fiktif di tahun 2024,  Ini memperkuat dugaan adanya praktik manipulasi data mahasiswa fiktif pada kampus STP yang sekarang menjadi Universitas Nurul Hasan (Unsan) Labuha secara berulang.

Olehnya ketua LSM Front anti korupsi Indonesia mendesak Kejati ambil alih kasus tersebut secara serius jika tidak di ambil alih proses hukum kasus Beasiswa fiktif tersebut jika tetap di tangani oleh kejaksaan negeri (Kejari) Labuha kasus tersebut berpeluang mandeg seperti penanganan kasus Bank (BPRS) sarumah Halsel yang dapat meloloskan pelaku kejahatan korupsi di kabupaten Halmahera Selatan. Cetusnya.

Hingga kini, belum ada pihak yang mengakui kesalahan atau bertanggung jawab secara terbuka. Proses hukum masih berjalan, dan masyarakat menanti transparansi dari pihak kampus maupun pemerintah daerah. (Red)

HALSEL,Malutline – Dua siswa SMA Negeri 10 Halmahera Selatan (Halsel) di Desa Laluin, Maluku Utara, dikeluarkan dari sekolah dan tidak diizinkan mengikuti ujian semester akibat belum melunasi tunggakan biaya sekolah. Peristiwa ini menuai sorotan publik, mengingat pasangan Gubernur Maluku Utara , Sherly dan Wakil Gubernur Sarbin Sehe, telah mengusung program sekolah gratis bagi siswa SMA dan SMK di wilayah tersebut.

Dua siswa tersebut dikeluarkan dari daftar peserta ujian dan dilarang mengikuti ujian semester. Salah seorang staf guru menyatakan bahwa setidaknya orang tua siswa memberikan uang Rp100 ribu “sebagai penghargaan” agar siswa tersebut tidak merasa terganggu secara psikologis akibat tidak mengikuti Ulangan.

Peristiwa ini melibatkan pihak sekolah, khususnya SMA Negeri 10 Halsel, siswa dan orang tua yang terdampak, serta Pemerintah Kabupaten Halsel dan Provinsi yang sebelumnya telah mencanangkan program pendidikan gratis.

Insiden ini terjadi menjelang pelaksanaan ujian semester pada Mei 2025 di SMA Negeri 10 Halsel, Desa Laluin, Kabupaten Halmahera Selatan.

Tindakan sekolah yang mengeluarkan siswa karena masalah biaya bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah daerah dan Provinsi tentang program pendidikan gratis. Bukannya menyelesaikan permasalahan, pihak sekolah justru diduga memperkeruh suasana dengan memberikan pernyataan yang kontroversial dan tidak mendidik, termasuk kepada wartawan yang mencoba mengonfirmasi.

Salah satu staf guru meminta wartawan untuk mengklarifikasi informasi sebelum siswa diperbolehkan kembali mengikuti ujian. Bahkan, guru tersebut mempertanyakan kompetensi wartawan dan menyarankan agar mereka belajar kembali prinsip 5W+1H dalam peliputan berita. Padahal, berita sebelumnya telah ditulis berdasarkan informasi yang valid dari narasumber yang jelas.

Kasus ini memicu kritik terhadap efektivitas implementasi program sekolah gratis yang digagas Sherly-Sarbin. Pemerhati pendidikan dan masyarakat meminta pemerintah daerah segera mengevaluasi kinerja kepala sekolah SMA Negeri 10 Halsel, Budi Kamarullah, dan memastikan tidak ada lagi praktik diskriminatif terhadap siswa yang kurang mampu.

Publik berharap ada pengawasan lebih ketat terhadap sekolah-sekolah negeri di Halsel agar program pendidikan gratis benar-benar berjalan sesuai komitmen. Perlakuan tidak adil terhadap siswa yang kurang mampu berpotensi merusak masa depan generasi muda di daerah tersebut. (Red)

Muat Lagi Berita