Haltim |Malut Line.Com

Kemarahan masyarakat di Maba, Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) terhadap PT Santosa Teguh Sakti (STS) yang diduga melakukan penyerobotan lahan adat masyarakat di Maba,Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) sehingga beberapa waktu lalu membuat kisruh dan gesekan namun dapat terkendali.

Masyarakat adat dan sejumlah elemen masyarakat Maba melakukan aksi demo kepada perusahaan yang beroperasi sejak 2009 ini untuk agar di cabut ijin operasinya dan dalam aksi tersebut sempat terjadi sedikit gesekan antara masyarakat yang melakukan aksi demontrasi dengan anggota Kepolisian Polres Halmahera Timur yang di tugaskan untuk mengamankan perusahaan ini, sehingga muncul anggapan dari masyarakat bahwa anggota Polres Haltim bersikap arogan dalam menghadapi masyarakat yang melangsungkan protes lalu.

Menanggapi hal ini, Kapolres Halmahera Timur, AKBP H.Hidayatullah SH.SIK saat dikonfirmasi melalui Media pada Senin,28/04/2025 ini bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggotanya tentunya sesuai dengan SOP dalam pengamanan Objek Vital Nasional (Obvitnas) dimana PT.STS juga masuk didalam Obvitnas.

“Aturan pengamanan objek vital nasional (Obvitnas) di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan, antara lain :
– Keputusan Presiden RI No 63 Tahun 2004 : Peraturan ini menetapkan pengamanan objek vital nasional yang memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
– Peraturan Polri No. 13 Tahun 2017 : Peraturan ini mengatur pemberian bantuan pengamanan pada objek vital nasional dan objek tertentu.
– Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/738/X/2005: Peraturan ini menetapkan sistem pengamanan objek vital nasional.
– UU No. 2 Tahun 2002 : Undang-Undang ini mengatur tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berkewajiban melaksanakan pengamanan objek-objek khusus,” bebernya.

Kapolres Hidayatullah juga mengingatkan pengamanan objek vital nasional menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sekitar.

“Polri melaksanakan tugas pengamanan sudah sesuai dengan SOP dan aturan hukum yang berlaku dan memfasilitasi serta mengakomodir yang menjadi aspirasi masyarakat bersama Forkompinda Kabupaten Haltim dan instansi terkait lainnya, bekerja sama untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi resiko gangguan,” ucapnya.

Terang kapolres, untuk perkembangan PT.STS ini dapat kami ucapkan rasa syukur Alhamdulillah karena sudah ada titik temu dari hasil pertemuan antara Bupati dan Wabup bersama Kapolda hari ini.

” Perkembangan seperti apa hasilnya akan kami sampaikan kepada masyarakat,”tutupnya.(Arief)

Jakarta, malutline Com Sentral Pergerakan Aktivis Jakarta (SPARTA) akan menggelar aksi protes pada Jumat, 25 April 2025 di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta kantor pusat PT. Position. Aksi aksi tersebut merupakan respons terhadap berbagai dugaan pelanggaran etika lingkungan yang dilakukan oleh PT. Position di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.

Dinko menilai perusahaan tersebut telah bertindak semena-mena terhadap masyarakat lokal, terutama dengan melakukan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanahnya. Warga yang menyuarakan penolakan terhadap ekspansi tambang justru dihadapkan pada intimidasi hukum, menggunakan pasal-pasal karet seperti tuduhan penghasutan atau perusakan. Padahal, tindakan tersebut merupakan bentuk pembelaan atas ruang hidup dan lingkungan yang terancam.

“Ini adalah bentuk nyata abuse of power, di mana hukum dijadikan alat untuk membungkam suara rakyat. Padahal, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak atas tanah dan lingkungan hidup yang sehat,” tegas Dinko, Koordinator Lapangan SPARTA. (22/4/2025)

Tak hanya dari sisi sosial, SPARTA juga menyoroti aspek ekologis yang diabaikan oleh perusahaan. Kali Sangaji di Kota Maba, yang menjadi salah satu sumber air penting bagi warga, diduga tercemar oleh limbah tambang PT. Position.

Reza juga memberi komentar akan bergabung membersamai SPARTA untuk meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turun tangan melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan pencemaran lingkungan di Kabupaten Halmahera Timur secara khusus dan Maluku Utara secara umum, paling tidak lembaga kementrian terkait yang memiliki otoritas penegakkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut Reza, aktivitas pembuangan limbah tanpa pengelolaan sesuai standar AMDAL tidak hanya merupakan pelanggaran administratif, tetapi masuk dalam kategori kejahatan lingkungan. Hal ini berpotensi melanggar, Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatur sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan dengan ancaman serius, bahkan ada semisal Pasal 104 UU No. 32 Tahun 2009, Melarang pembuangan limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin.

“Pasal-pasal ini seharusnya tidak hanya jadi simbol teks-tekas mati, tapi memang harus benar-benar ditegakkan. Kita bicara soal keselamatan ekosistem dan masyarakat, lo”

SPARTA juga mendesak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar segera panggil Direktur PT. Position untuk di evaluasi terkait apakah telah melibatkan partisipasi rakyat setempat dalam proses perizinan atau tidak, jika perusahaan beroperasi tanpa persetujuan masyarakat yang terdampak, maka izin tersebut secara prinsip telah cacat hukum dan tidak sah secara sosial.

“Apakah izin tambang ini pernah melibatkan warga sekitar? Apakah ada FPIC (Free, Prior, and Informed Consent)? Jika tidak, maka ini pelanggaran terhadap prinsip partisipatif dalam tata kelola sumber daya alam,” lanjut Reza.

Aksi yang akan di gelar menurut Koordinator Lapangan SPARTA, bukan hanya aksi simbolik, melainkan bagian dari konsolidasi nasional untuk membangun kesadaran kritis atas kerusakan yang ditimbulkan oleh ekstraktivisme korporasi yang tidak terkontrol.

Mereka menegaskan akan terus melakukan pengawasan dan perlawanan, termasuk mobilisasi demonstrasi lanjutan jika pemerintah tetap bersikap abai.

“Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan modal. Jika tidak ada tindakan tegas dari Kementerian ESDM maupun KLHK, maka kami akan aktifkan kontrol sosial melalui aksi-aksi massa yang lebih besar dan terus memberi tekanan perlawanan di tiap lembaga kementrian yang memilili otoritas secara terus-menerus,” tutup Dinko,(Red)