LABUHA, Malutline – Dalam rapat yang berlangsung di Kantor Camat Obi, Desa Laiwui, Selasa (15/7/2025), disepakati pembagian fee dari hasil pengelolaan kayu oleh PT Artha Rimba Sejahtera sebesar Rp10.000 per kubik untuk seluruh desa di Kecamatan Obi.
Rapat ini dihadiri oleh Camat Obi, Ali La Jarahia, S.Pd, M.Si, Manajer PT Artha Rimba Sejahtera Roger, serta perwakilan desa, termasuk Sekdes dan Ketua BPD Laiwui, Kepala Desa Akegula Adenyong, Kepala Desa Baru Munir Hj Halek, dan para ketua serta anggota BPD dari desa-desa lainnya. Hadir pula Sekretaris Kecamatan Obi, Fadin Baharudin, terutama untuk membahas rencana operasional perusahaan di sekitar belakang Kampung Lima Desa.
Namun, jalannya rapat sempat mengalami ketegangan. Narjin Kamhois, perwakilan BPD Desa Baru, sempat meninggalkan ruangan (walk out) karena ketidaksetujuan terhadap mekanisme rapat. Rapat pun di-skors selama 15 menit. Suasana juga sempat kurang kondusif karena sejumlah perwakilan perusahaan hadir dalam pakaian tidak pantas, termasuk manajer PT Artha Rimba, Roger, yang menggunakan celana pendek.
Dalam rapat, Roger menyampaikan secara lantang bahwa
“Tahun ini Desa Baru mendapatkan Rp8.000 per kubik dan desa lainnya Rp5.000 per kubik. Tahun depan semuanya akan disamakan menjadi Rp10.000 per kubik. Sepakat ya?”
Pernyataan tersebut disampaikan dengan nada tinggi, namun tidak mendapat sanggahan dari kepala desa maupun BPD yang hadir, dan akhirnya dianggap sebagai keputusan bersama.
Kritik datang dari seorang pemuda desa Laiwui, Budi, yang datang setelah mengetahui adanya rapat tersebut. Ia menyampaikan protes, “Maaf Pak Camat, ini bagaimana? Rapat pembagian fee kok tidak melibatkan masyarakat?”
Camat kecamatan Obi kabupaten Halmahera Selatan juga merespons bahwa akan ada rapat internal lanjutan setelah pertemuan itu, Pernyataan Resmi dan Kontroversi Lapangan Saat dikonfirmasi usai rapat, Roger menyatakan “Sesuai hasil rapat, tahun ini fee ditetapkan Rp8.000/kubik untuk Desa Baru, dan Rp5.000/kubik untuk desa lain, kecuali Kawasi.”
Namun, ketika ditanyakan mengenai aktivitas alat berat yang melintasi sungai, seorang karyawan perusahaan membantah. Padahal, berdasarkan investigasi media di lapangan pada Rabu, 18 Juni 2025, alat berat tersebut terlihat beroperasi dan melewati aliran sungai, Trauma Masyarakat dan Kekhawatiran Lama
Sejumlah warga menyampaikan kekhawatiran atas kehadiran kembali perusahaan kayu di wilayah mereka. Mereka masih trauma dengan banjir akibat operasi sebelumnya oleh PT Poleko Yobarson, di mana PT Artha Rimba Sejahtera kini menjadi kontraktor pengelola kayu dalam konsesi seluas 950.000 ha milik PT Poleko Yobarson, sesuai papan informasi rencana kerja tahunan (RKT) 2025.
Warga seperti Ibu Na dan Ibu Ati, korban terdampak banjir tahun 2016, mengungkapkan kegelisahan mereka, “Kami masih ingat banjir waktu itu. Sekarang mereka mau masuk lagi ke belakang kampung kami. Kami takut,” ungkap mereka. (Budi)