Halsel, Malutline com-Program beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu di Halmahera Selatan tengah disorot. Tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan melalui Dinas Pendidikan mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk dua perguruan tinggi di daerah tersebut. Namun, belakangan muncul dugaan penyaluran fiktif, terutama di Sekolah Tinggi Pertanian (STP) Labuha.
Berdasarkan data, STP Labuha menerima alokasi sebesar Rp 1 miliar untuk 500 mahasiswa, sementara STAI Alkhairat Labuha menerima Rp 500 juta untuk 250 mahasiswa. Sayangnya, hasil penelusuran menemukan adanya ketidaksesuaian antara data penerima dan kenyataan di lapangan.
Sejumlah nama yang tertera sebagai penerima beasiswa di STP Labuha ternyata tidak pernah terlihat di kampus. Bahkan, ada indikasi bahwa beberapa di antaranya bukan mahasiswa aktif, bahkan bukan mahasiswa sama sekali.
“Banyak dari nama-nama itu tidak dikenal di kampus. Kami tidak pernah melihat mereka di kelas,” ujar salah satu mahasiswa STP Labuha yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menanggapi hal ini, mantan Kepala Dinas Pendidikan Safiun Rajulan saat itu mengaku bahwa pihaknya hanya menyalurkan anggaran sesuai data yang diberikan pihak kampus.
“Kami hanya mengalokasikan sesuai surat keputusan dari pimpinan perguruan tinggi,” jelas Safiun.
Namun hal ini justru memunculkan pertanyaan lebih besar. Jika seluruh proses hanya berdasarkan dokumen dari kampus tanpa verifikasi lebih lanjut, bagaimana memastikan keabsahan data penerima?
Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan telah turun tangan. Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), Ardhan Rizan Prawira, mengungkapkan bahwa beberapa pihak terkait telah dipanggil dan dimintai keterangan.
“Ketua STP Labuha, bendahara, dan bagian kemahasiswaan sudah kami periksa dua kali. Dari Dinas Pendidikan juga sudah kami minta keterangan,” ungkapnya.
Sayangnya, penyelidikan masih terkendala karena sulitnya melacak penerima beasiswa. Dari puluhan nama yang dicek secara acak, hanya dua orang yang berhasil ditemukan.
Mirisnya lagi, nama-nama yang diduga fiktif tersebut dikabarkan kembali muncul dalam daftar penerima beasiswa tahun 2024. Ini memperkuat dugaan adanya praktik manipulasi data secara berulang.
Hingga kini, belum ada pihak yang mengakui kesalahan atau bertanggung jawab secara terbuka. Proses hukum masih berjalan, dan masyarakat menanti transparansi dari pihak kampus maupun pemerintah daerah. (Rifaldi)
Komentar