Amsterdam Malutline com-Suasana Tenang di Hortus Botanicus Kebun raya Bersejarah di jantung kota Amsterdam, ibu kota kerajaan Belanda mendadak berubah menjadi arena protes, puluhan warga Belanda keturunan Maluku, membawa spanduk dan bendera Perjuangan, mengepung tempat berlangsungnya Forum bertajuk Perspetive on nickesl and the global energi Transition Selasa (13/05/2025) di dalam gedung itu secara diam-diam, Perwakilan PT. Harita Nickel diduga tengah mempresentasikan Proyek mereka kepada sejumlah organisasi Bisnis dan calon investor Eropa.
“kami tahu Harita akan datang dan mencoba menjual Narasi hijau kepada dunia, tapi kami juga luka yang mereka tinggalkan di tanah kami,” ujar salah seorang Demonstran dalam orasinya sambil menggenggamkan spanduk bertuliskan Maluku utara tidak untuk di jual “Malut is Not for sale” di luar gedung yang biasanya menjadi tempat wisata Botani dan riset ilmiah, aksi damai berubah menjadi kemarahan warga Maluku di Belanda tak datang tiba-tiba PT.Harita Group, perusahan yang di kendalikan konlomerat kelurga Lim HariYanto, telah beroperasi di Desa kawasi, pulau Obi kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara sejak 2012 namun sejak saat itu pula, deret keluhan dan temuan pelanggaran mencuat.
Sementara itu, dari Laporan investigatif Kolaboratif oleh OCCRP The Gecko project, the Guardian, Deustche Welle, dan KCIJ mengungkap bahwa PT. Harita Group telah mencemari sumber air minum di Desa kawasi dengan Limbah Beracun, penduduk di laporkan mengalami kesehatan dari kerusakan ginjal dan jantung, hingga penyakit kulit kronis.
Demonstrasi di Amsterdam hanyalah satu episode dari rangkaian panjang perlawnan warga terhadap proyek nikel dan energi hijau palsu namun aksi ini menunjukkan diaspora tidak lupa pada akar, bahwa ketika pertemuan-pertemuan elit berlangsung di ruang tertutup, suara masyarakat adat dan korban pencemaran lingkungan bisa menorobos dindingnya.
kini para Demontran di Belanda menyerukan agar pemerintah Indonesia dan lembaga internasional meninjau kembali kerja sama dengan Harita Group, mereka mendesak agar investasi dalam transisi energi tidak mengorbankan lingkungan hidup dan martabat manusia “dari Amsterdam Kamsi bersuara, jangan tutup mata pada apa yang terjadi di pulau Obi, jangan diam melihat negeri kami di jual Untu baterai dan keuangan untuk segelintir orang,” kata Alfi seorang perempuan berketurunan Maluku.
Pihaknya juga menegaskan perusahan ini wajah dari ekstaktifisme Brutal di Indonesia setiap wilayah Harita meninggalkan luka mereka berulang kali melanggar hukum namun tak pernah benar-benar di hukum salah satu bukti pelanggaran hukum adalah kasus suap menyeret Stevy Thomas, petinggi Harita group, kepada mendiang mantan gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba sebesar US$60.000. pihaknya juga mencatat sejak 2000, aktivitas Harita telah menyebabkan devortasi seluas 19..100 hektare setara 13 persen penurunan tutupan hutan dan meninggalkan 904 lubang tambang terbuka di Kalimantan termasuk di kecamatan Obi. tegasnya. (Red)
Komentar